Jumat, 30 Oktober 2020

Hargai Keragaman Peserta Didik (merdekakan mereka)


sumber gambar: flicker.com


Oleh :  S. Hehanussa (Calon Guru Penggerak Kota Ambon)

    Menurut teori tabula rasa (Jhon Locke) bahwa anak yang lahir bagaikan kertas kosong, dan seluruh pengetahuannya didapatkan sedikit demi sedikit berdasarkan pengalaman dan persepsi indranya.Teori ini kemudian dibantah oleh Ki Hajar Dewantara. Menurut Ki Hajar Dewantara (Convergentic Theorie) bahwa anak yang lahir itu diumpakan sehelai kertas yang sudah ditulisi penuh tapi semua tulisan itu masih buram. Pendidikan berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala tulisan yang buram dan berisi baik, agar kelak nampak sebagai budi pekerti yang baik. Segala tulisan yang mengandung arti jahat hendaknya dibiarkan agar jangan tebal, bahkan jika bisa dibikin lebih buram.

Baca Juga : Pemikiran Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

    Berdasarkan teori KHD tersebut, bahwa semua anak yang lahir sudah memiliki potensi (kodrat), baik potensi baik maupun jahat. Tugas pendidik (guru, orang tua dll) adalah menyadari potensi baik tersebut dengan cermat, agar dapat dituntun dan dikembangkan dengan maksimal. Potensi atau kodrat anak merupakan hereditas (terwariskan) atau dipengaruhi oleh faktor gen. hal ini kemudian memunculkan keragaman pada anak, tiap anak itu unik, berbeda, dan istimewa antara satu dengan lainnya, bahkan anak kembar pun tidak sama karakteristiknya. Apalagi yang bukan kembar.

    Keragaman karakter anak selain faktor gen, juga dipengarui oleh lingkungannya. Salah satu perbedaan karakteristik anak adalah gaya belajar. Dalam kegiatan pembelajaran pendidik sudah semestinya mengetahui gaya belajar peserta didik, apakah auditori, visual atau kinestetik. Karena hal ini akan sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta didik. Ada peserta didik yang senang belajar jika mendengar (auditori), melihat (visual), dan ada yang senang belajar dengan demonstrasi, praktik atau aktivitas fisik (kinestetik).Jika dalam pembelajaran pendidik hanya ceramah, maka akan berpengaruh kepada peserta didik yang visual dan kinestetik. Bisa dilihat dari ekspresi atau gelagat mereka, mungkin ada yang menguap berkali-kali, ada yang iseng menganggu temannya, bahkan ada yang tertidur pulas.

    Untuk itu sebagai pendidik hal yang pertama dilakukan di awal tahun pelajaran adalah mengidentifikasi dan menginventarisir gaya belajar peserta didik. Bisa menggunakan pertanyaan lewat angket online atau memberikan pertanyaan menggunakan media lainnya. Jika sudah mendapatkan data gaya belajar mereka, maka langkah selanjutnya mencoba pembelajaran dengan menggunakan model atau pendekatan dan media yang bervariasi (konvergensi) sehingga anak merasa diperhatikan dan dihargai. Selain gaya belajar, kemampuan/kecepatan menyerap materi pelajaran juga berbeda satu dengan lainnya. Hal ini juga harus diperhatikan dengan baik oleh pendidik, memang benar kita dituntut untuk mengejar target kurikulum, tetapi apa gunanya semua yang telah kita lakukan demi kurikulum, jika peserta didik kita tidak merasakan manfaat dari pembelajaran kita atau merasa tidak dihargai atau tidak merdeka dalam belajar.

    Selanjutnya zaman anak atau keadaan zaman anak juga berpengaruh. Dalam aktivitas pembelajaran guru harus melaksanakan pembelajaran diferensiasi. Bagaimana menciptakan kelas yang beragam, memberi kesempatan kepada anak untuk memroses informasi atau konsep sendiri sesuai dengan kreatifitasnya, bagaimana memberikan tugas yang menstimulus kreatifitas anak, memberi kebebasan anak untuk menggunakan media yang sesuai dengan kemampuannya dalam menyeleasikan tugas yang diberikan (mandiri). Bukan zamanya lagi pembelajaran yang berpusat pada guru atau sesuai keinginan guru, orientasi guru harus berubah, demi peserta didik. Peserta didik bukanlah teko kosong yang harus diisi terus - menerus oleh guru, bukan objek tetapi subjek dan partner belajar, bahagiakanlah anak didik kita, buatlah mereka nyaman saat belajar, jangan sampai mereka lebih nyaman dan bahagia jika tidak belajar. Jangan sampai sekolah ibarat penjara bagi mereka, mereka riuh dan gembira jika bel istirahat atau bel pulang.

Baca Juga : Profil Pelajar Pancasila

    Saatnya kita berubah, saatnya kita berefleksi, dan jujur terhadap diri sendiri, apakah yang saya lakukan ini demi anak didik atau demi kepuasan diri, apakah yang saya ajarkan sesuai kebutuhan mereka, apakah cara atau model pembelajaran yang saya gunakan sudah efektif. Karena sejatinya guru juga belajar dari anak. Semoga bermanfaat. Semua guru, semua murid. Salam Bahagia-Merdeka Belajar!

Profil Pelajar Pancasila

 

Demonstrasi Kontekstual Pemikiran Ki Hajar Dewantara

 

 

Kesimpulan dan Refleksi 

Pemikiran Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

 

Oleh : S. Hehanussa, S.Pd.

Calon Guru Penggerak Kota Ambon


lampusatu.com


 

 

A.     Sintesis Antar Materi

Pendidikan sejatinya menciptakan manusia yang mencintai nilai-niai kemanusiaan atau nilai-nilai universal. Konsepsi tersebut adalah pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara tentang tujuan pendidikan “Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan (menuntun) terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat “ (KHD, 2009)

Pendidikan adalah tuntunan, penunjuk jalan (guidance) atau bimbingan terhadap segala kodrat atau potensi yang dimiliki anak agar selamat dan bahagia sebagai pribadi maupun anggota masyarakat.

Agar anak mampu mencapai keselamatam dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya sebagaimana tujuan pendidikan tersebut, menurut KHD pendidik dalam menuntun anak  harus memahami dan menyadari potensi bawaan dan keadaan zaman anak atau dalam Bahasa KHD kodrat alam dan kodrat zaman agar dapat dikembangkan. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”

KHD mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut

“Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (KHD, 2009, hal. 21)

Poin yang dipahami dari elaborasi KHD tersebut, bahwa pendidik dalam proses pendidikan dan pembelajaran mestinya menjadikan kodrat alam sebagai alaram (ring bell) dalam mengambil sebuah keputusan atau tindakan. Kodrat alam adalah keunikan anak, bakat dan minat, gaya belajar, kemampuan menyerap pelajaran, kecenderungan anak, kultur anak, keadaan lingkungan anak berinteraksi dll. Kodrat anak lainnya adalah selalu ingin merdeka sejak dari kandungan, menangis bila kehausan, hingga jiwa merdeka saat dewasa.

Sedangkan kodrat zaman, adalah selalu maju menyesuaikan dengan kemajuan alam dan zaman (tijd en ruimte) seiring dengan Olah Budaya Manusia.

Selanjutnya KHD juga mengingatkan bahwa segenap upaya pendidikan dalam pembaharuannya, terkait  dengan konten pelajaran pendidik harus bersikap open minded berpikiran terbuka, tetapi jadikan nilai-nilai kebudayaan nasional bangsa sebagai filternya, sehingga dapat mempertahankan hak kemerdekaan berpikir dan kemandirian.

waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu ”. (KHD).

Kodrat lainnya menurut KHD adalah Kodrat Tanah Air dengan aneka ras, suku, agama dalam Bhineka yang Tunggal Ika dengan lebih dari 17.000 pulau harus disyukuri guna membangun kodrat budaya multi kultur (bukan monokultur).

Sementara itu terkait budi pekerti menurut KHD, budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor). Sedih merupakan perpaduan harmonis antara cipta dan karsa demikian pula bahagia.

Untuk mencapai tujuan selain diberikan dasar-dasar pendidikan yang sudah dipaparkan sebelumnya, KHD juga menyiapkan petunjuk kerja (SOP) kepada para pendidik dalam implementasi proses menuntun tersebut, sehingga dapat mencapai tujuan dimaksud.

Sendi 2.  Kemerdekaan diantaranya:

 

Hak untuk mengatur dirinya sendiri (zelfbeschikkingsrecht)



· Mengingat syarat tertib damainya (orde en vrede) hidup bermasyarakat Berlainan dengan konsep dr Maria Montessori dengan konsep Absolute Vrijheid (jiwa merdeka mutlak) sejajar dengan liberalisme.


· Sistem among melarang pelaksanaan hukuman dan pemaksaan dalam KBM karena akan menghambat pertumbuhan jiwa merdeka sang anak. Sanksi kepada siswa harus seimbang, netral dan adil.

“Cita-cita lahir batin manusia. Hidup salam dan bahagia: selamat lahirnya dan bahagia batinnya, dicapai dengan kecukupan lahirnya dan bebas merdeka jiwanya, bebas dari gangguan lahir batin & ketakutan”. (Ki Hajar Dewantara)

 

Jika disimak dari sendi kemerdekaan ini, KHD ingin mengatak kepada para pendidik untuk menghargai kemerdekaan anak dengan memberi kebebasan dalam berekspresi dan melarang pelaksanaan hukuman dan pemaksaan dalam KBM, karena akan menghambat pertumbuhan jiwa merdeka sang anak. Sanksi kepada siswa harus seimbang, netral dan adil. Dalam memberi kebebasan kepada peserta didik, pendidik juga harus mengajarkan tentang syarat tertib damai bermsyarakat. Artinya kemerdekaan seseorang dibatasi kemerdekaan orang lain.

Selanjutnya KHD juga memberikan konsepsi tentang Tri Pusat Pendidikan

1.    Lingkungan Keluarga : pendidikan penuh kasih tulus dari orang tua tanpa pamrih, merupakan pendidikan yang pertama dan utama kepada pembinaan watak dasar seorang siswa.

2.    Lingkungan Sekolah : secara formal merupakan titipan orang tua siswa kepada sekolah tempat belajar ilmu dan adab.

3.    Lingkungan Masyarakat : mendidik sang anak dengan learning by doing dalam pergaulan masyarakat. Kegiatan kemasyarakatan yang positif membantu pembentukan watak sang anak dan harus dijauhkan dari kontaminasi pergaulan yang negatif.

Bahwa rumah merupakan pendidikan yang pertama dan utama untuk menginternalisasi akhlak mulia kepada anak. Menurut KHD usia emas anak adalah sebelum akil balik, pada usia ini sangat efektif untuk menanamkan akhlak mulia. Pendidik di sekolah harus memperlakukan  anak sebagaimana anak kandungnya atau sebagai ayah dan ibu di rumah. Anak tidak boleh dijauhkan dari lingkungan interaksinya, pendidikan jangan sampai memisahkan anak dari masyarakat. Anak harus diajarkan sambil dipraktekan.

Selanjutnya adalah Trilogi Pendidikan :

1.    Tut wuri handayani : memerdekakan anak untuk mengembangkan kreatifitasnya, sedang guru/pamong membina dari belakang tidak boleh sekedar mendikte. Diutamakan pada tingkat Taman Muda (SD).

2.    Ing Madya Mangun Karsa : mendorong ank agar dapat proaktif berbaur dan memotivasi siswa dalam KBM guna aktif meningkatkan kualitas pendidikan (setiakawan, kerjasama, kreatif, inovasi, laku praktek) pada tingkat Pendidikan Dasar hingga Perguruan Tinggi.

3.    Ing Ngarso Sung Tulodho : memberi teladan kepada anak agar dapat menjadi contoh bagi sesama dan yuniornya. Pengabdian kepada sesama dan masyarakat dengan semboyan ilmu amaliah dan amal ilmiah, demi kemaslahatan masyarakat luas bukan sekedar untuk golongan atau pribadinya.

B.     Refleksi Mandiri

1.    Apa yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum saya mempelajari modul 1.1

Saya percaya bahwa sikap otoriter dalam pendidikan dan pembelajaran menggunakan pendekatan perintah-sanksi efektif untuk mendisiplinkan anak dan membiasakan  anak untuk bertanggung jawab atas perbuatannya. Saya tidak begitu peduli dengan kenyamanan belajar mereka, kemerdekaan belajar, atau dampak negatif yang akan muncul akibat pendekatan itu bagi saya jika mereka patuh dan tertib itu adalah suatu keberhasilan. Selain itu, terkait kompetensi anak  pada ranah afektif atau budi pekerti dilakukan dengan pendekatan seadanya dan spontanitas, justeru  lebih focus pada ranah kognitif dan psikomotorik. Hasil belajar yang sesuai KKM atau di atas KKM dan adanya progress perubahan sikap itu sudah merupakan prestasi.

2.    Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini?

Setelah saya ikut pendidikan guru penggerak dan ikut dalam kegiatan pembelajaran pada modul 1.1. Tentang filosofis dan pemikiran pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, saya berpikir kenapa selama ini saya hanya tahu sebatas dan dangkal tentang semboyan Ing Ngarso Sung Tulada, Ing Madya Mangunkarsa dan Tut Wuri Handayani, padahal pemikiran beliau  tentang pendidikan cukup banyak dan luar biasa.

Perubahan pemikiran setelah mengenal lebih dalam tentang Guru Bangsa Raden Mas Soewardi Soeryaningrat  atau Ki Hajar Dewantara dan Pemikiran beliau, bahwa mendidik adalah upaya untuk memanusiakan manusia atau  meningkatkan kualitas makhluk dari basyar ke insan.

Basyar adalah makhluk yang membutuhkan makan dan minum dan bergantung kepada kebutuhan materi, sedangkan insan adalah manusia yang bertaqwa, cerdas menalar, berbudaya, taat aturan dan tidak liar.

Manusia secara fitrahnya atau bawaannya dalah makhluk merdeka, jika dikekang kemerdekaannya maka dia akan berontak. Dalam pembelajaran pendidik harus menghargai dan menghormati anak sebagai manusia merdeka, manusia merdeka memiliki hak-hak azasi: hak untuk medapatkan pendidikan yang layak, hak untuk  bebas dari penyiksaaan dan perlakuan merendahkan, hak demokrasi dll. Manusia merdeka adalah yang menghargai kemerdekaan orang lain.

Pendekatakan pendidikan dan pengajaran dalam bentuk perintah-sanksi atau ganjaran - hukuman akan menimbulkan ketidaknyamanan dan menghasilkan pribadi pemberontak, acuh tak acuh, rendahnya daya juang (quitter). Pelaksanaan hukuman dan pemaksaan dalam KBM akan menghambat pertumbuhan jiwa merdeka sang anak. Sanksi kepada anak harus seimbang, netral dan adil. Harusnya pendidik menggunakan pendekatan kekeluargaan, anak diperlakukan seperti mendidik anak kandung atau berlaku sebagai bapak atau ibu kandungnya.

Untuk menghasilkan pribadi insan kamil atau manusia paripurna, maka dalam pendidikan dan pengajaran pendidik harus menggunakan pendekatan holistik dan seimbang dari aspek cipta, rasa, karsa dan pekerti dengan mempertimbangkan karakteristik anak yang dasarnya beragam dan unik atau sesuai bawaan dan zamannya peserta didik atau potensi kodratnya.

Dan apapun yang tindakan yang dilakukan pendidik harus beroreintasi kepada anak, demi kepentingan mereka, anak adalah subjek, teman belajar. Karena sejatinya pendidik juga belajar dari peserta didik.

3.    Apa yang bisa segera saya terapkan lebih baik agar kelas saya mencerminkan pemikiran KHD? 

Yang segera saya lakukan agar kelas saya mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah mengidentifikasi karakteristik mereka, mulai dari kulturnya, gaya belajarnya, kemampuan menyerap materi pelajaran, bakat atau minatnya, juga meminta pendapat mereka tentang hal-hal yang menyebabkan ketidaknyamanan mereka untuk dapat belajar dengan baik. Kemudian bersama meninjau ulang kesepakatan kelas yang telah dibuat sebelumnya. Setelah itu merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan melaksanakan pembelajaran yang bemakna, menyenangkan dan merdeka.